SEJAK musim 2008/2009, atau pertama kali kompetisi tanah air berlabel Indonesia Super League (ISL), Persib Bandung selalu diunggulkan merengkuh gelar juara. Tapi, kenyataan selalu jauh dari angan-angan. Ada apa Persib?
Problem
Maung Bandung bukan soal materi pemain.
Tohdalam tiga musim terakhir, para pemain bintang keluar masuk tim kebanggaan bobotoh Jabar itu. Mulai Hilton Moreira, Nova Arianto, Lorenzo Cabanas, hingga pencetak gol tersubur sepanjang sejarah ISL, Cristian Gonzales. Mereka, tetap tak mampu mengakhiri dahaga gelar yang sudah berlangsung 18 tahun.
Persib juga jauh dari masalah minimnya pendanaan. Sejak ISL jilid I bergulir 2008 lalu, Persib mampu berkiprah secara mandiri. Tak dapat sokongan dana APBD Kota Bandung, jajaran pengurus teras berhasil menggandeng banyak sponsor.
Lantas apa yang menghambat laju prestasi Maung Bandung? Mungkin, paling kronis adalah penyakit yang disebut 'tarik-menarik kepentingan'.
Beberapa pihak yang punya jabatan strategis di jajaran manajemen ataupun PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), kerap merecoki terlalu jauh urusan tim. Akibatnya, masa persiapan jelang kompetisi molor. Para pemain yang tersedia, bukan selera pelatih terpilih.
Bukti nyata terjadi di musim lalu. Hingga satu bulan jelang ISL 2011/2012 bergulir, Maung Bandung belum punya pelatih. Ketika itu, memang Rahmad Darmawan yang digadang-gadang jadi nakhoda.
Bahkan, para pemain macam Tony Sucipto, Zulkifli Syukur, Muhamad Nasuha, dan Muhamad Ilham, gabung ke Persib atas dasar rekomendasi Rahmad. Celakanya di detik-detik terakhir, justru bukan Rahmad yang membesut Persib.
Kabarnya,sosok Rahmad bukan tipikal pelatih yang diinginkan segelintir pemegang saham di PT PBB. Manajemen pun tak bisa berbuat banyak. Di detik-detik terakhir, Persib akhirnya resmi dibesut pelatih asal Kroasia Drago Mamic.
Tanpa dibekali waktu panjang untuk membentuk tim, Mamic kesulitan mengangkat prestasi Maung Bandung. Dia akhirnya harus rela terdepak di paruh kedua kompetisi. Mamic sempat berkilah, kegagalannya lantaran materi pemain yang ada bukan atas dasar pilihannya. Banyak penggawa, yang tidak sesuai dengan kebutuhan tim. Tapi tetap saja, Mamic yang dikambinghitamkan.
Musim ini, para petinggi PT PBB tampaknya sudah belajar dari kesalahan. Mereka lebih dulu menentukan pelatih, sebelum memutuskan siapa saja penggawa yang menghuni skuad. Djadjang Nurdjaman, pelatih kelahiran Jabar, ditunjuk menduduki kursi panas. Di musim pertamanya, dia langsung mengemban target juara.
Djanur, jelas terdengar sangat familier di telinga para bobotoh. Dia punya karier mengkilap kala masih membelaMaung Bandung sebagai pemain. Tak salah, mantan Asisten Pelatih Pelita Jaya Karawang itu, dibebankan ekspektasi tinggi di musim pertamanya membesut Maung Bandung.
Djanur tentu saja ingin bekerja dengan tenang. Artinya, tidak ada intervensi apapun untuk persoalan teknis tim. Tetapi katanya, belum apa-apa kinerja Djanur sudah mulai direcoki.
Untuk perekrutan pemain, Djanur memang sudah menyampaikan rekomendasi kepada pihak manajemen. Hasilnya, kini skuad Maung Bandung sudah hampir pasti punya 19 pemain yang siap mengarungi kompetisi.
Dari jumlah itu, tetap saja beberapa nama yang bukan murni atas dasar pilihan Djanur. Ada yang masuk lantaran faktor kedekatan, ada juga yang direkrut karena permainannya disukai salah seorang pejabat teras PT PBB.
Kabarnya juga, perang kepentingan terjadi untuk posisi asisten pelatih. Kandidat yang diajukan Djanur mentah. Dugaannya, posisi itu bakal diisi sosok yang lagi-lagi punya kedekatan dengan pihak manajemen.
Semuanya memang baru sebatas dugaan. Jawaban pasti, baru bisa didapat hari ini. Djanur beserta jajaran manajemen berencana mengumumkan seluruh pemain sekaligus dua asisten pelatih.
Semoga,mereka yang memperkuat Persib benar-benar direkrut atas dasar objektivitas Djanur. Bukan mereka, yang sebatas mengandalkan faktor kedekatan. Terlepas dari itu, semoga Djanur bekerja nyaman dan mampu mempersembahkan prestasi yang selama ini diimpikan jutaan bobotoh di seluruh Indonesia.
*Tulisan Fokus InilahKoran, Kamis (30/8/2012)